Get Smart!
Cara Mengambil Keputusan Yang Bisa Meminimalkan Kesalahan
01 Sep 2017
Your ability to think clearly determines the decisions you make and the actions you take.
Brian Tracy mengatakan bahwa secara rata-rata kita baru menggunakan 2% dari kapasitas mental kita. Dan saya sependapat bahwa kita memang belum cukup maksimal menggunakan kapasitas otak kita untuk mewujudkan tujuan. Padahal kita semua sudah sering mendengar para ahli bicara tentang luar biasanya kemampuan otak kita apabila kita mampu memberdayakannya.
Terkait kemampuan otak ini, saya ingin berbagi hal yang berhubungan dengan keseharian kita dan sangat sering kita lakukan dari mulai hal yang kecil sampai dengan hal yang sangat penting. Yaitu bagaimana cara kita mengambil keputusan.
Menentukan pakaian mana yang akan dipakai, makanan apa yang akan kita makan, tugas mana yang akan didahulukan untuk diselesaikan, sampai keputusan untuk mengambil program S2 dan juga kendaraan apa yang akan kita beli. Semuanya itu adalah proses pengambilan keputusan.
Dalam kesempatan ini saya akan berbagai tentang metode berfikirnya, yang terdiri dari:
- Long-Time Perspective Versus Short-Time Perspective,
- Slow Thinking,
- Informed Thinking Versus Uninformed Thinking.
Ketiga metode mengajarkan bagaimana kita mengkondisikan pikiran, memproses informasi, sampai bisa mengambil keputusan yang terbaik. Atau minimal tidak melakukan kesalahan karena bias emosional, bias terburu-buru, atau bias karena kebiasaan tidak mau berfikir karena otak yang malas.
1. Long-Time Perspective Versus Short-Time Perspective
Dr. Edward Banfield dari Harvard University melakukan penelitian mengenai proses terjadinya kenaikan kelas ekonomi masyarakat selama hampir 50 tahun. Ia mempertanyakan kenapa beberapa orang atau keluarga bisa bergerak dari kelas sosial ekonomi rendah ke kelas ekonomi yang lebih tinggi, dan sementara yang lainnya tidak. Sebagian dari mereka bekerja sebagai pekerja kasar kemudian menjadi orang kaya. Ia kemudian mempublikasikan hasil temuannya dalam buku “The Unheavenly City”. Bahwa kesimpulan dari tulisan tersebut mengatakan “time perspective” menjadi faktor penting yang mengubah cara berfikir mereka.
Kutipannya seperti ini:
Pada level masyarakat bawah kebanyakan, perspective waktu (time perspective) yang sering mereka gunakan satuannya menit, jam, atau hari. Mereka memikirkan bisa makan apa hari ini, apakah bisa makan tiga kali atau satu kali saja. Mereka tidak cukup waktu untuk memikirkan untuk rentang waktu yang lebih panjang.
Sementara pada level masyarakat atas, perspektif waktu yang sering mereka pakai satuannya tahun, dekade, dan bahkan generasi. Kecukupan secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, tempat tinggal, dan pakaian membuat mereka punya waktu dan kemampuan untuk berfikir jangka yang sangat panjang. Seperti bagaimana mempersiapkan konglomerasi bisnisnya untuk semakin besar agar bisa diwariskan untuk beberapa generasi.
Dr. Edwars meyimpulkan bahwa orang sukses biasanya berorientasi masa depan. Mereka berfikir tentang masa depan lebih sering dan lebih jangka panjang.
Apa kemudian yang harus kita lakukan? Tracy advises:
Mulailah melatih membuat rencana-rencana jangka panjang. Menjadi orang yang berorientasi masa depan. Pikirkanlah tentang konsekwensi dari keputusan yang kita ambil dalam perspective jangka panjang. Apa kira-kira yang akan terjadi? Latih kemampuan disiplin, keterampilan, pengendalian diri. Bersedia untuk membayar harga hari ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik di masa yang akan datang.
2. Slow Thinking
Kenapa kebanyakan dari kita bereaksi begitu cepat ketika suatu stimulus datang kepadanya. Misalnya saat sedang berjalan di Mall, tiba-tiba disebuah toko tertulis diskon sampai 90%. Dan sana terlihat orang berkerumun sedang memilih barang-barang. Maka biasanya kita langsung terpengaruh untuk ikut berbelanja atau paling tidak ikut melihat untuk memuaskan rasa penasaran.
Memang proses berfikir yang normal selalu langsung dan instant terhadap stimulus yang muncul, kemudian respon keluar tanpa ada waktu diantaranya. Tetapi cara berfikir yang lebih baik adalah antara stimulus dan respon seharusnya ada momen waktu untuk berfikir sebelum memberikan respon.
Apabila kita mampu menahan tindakan/respon saat stimulus datang dengan mencoba berfikir jernih sebentar, maka biasanya kualitas keputusan yang kita ambil akan lebih baik.
Pahami bahwa kita bisa mengambil keputusan dengan dua mode: cepat dan lambat. Contohnya seperti ini, membeli sabun mandi melalui proses berfikir lama tentu tidak hanya mendapat keuntungan dari cara berfikir lama (slow thinking). Tetapi memutuskan untuk memilih kendaraan dari pilihan yang ada, atau memutuskan membeli rumah dimana memerlukan proses berfikir yang lambat dan komprehensif.
Rumusnya: Pause. Think. Act
3. Informed Thinking Versus Uninformed Thinking
Harold Geneen mengatakan, “Dalam bisnis, fakta adalah unsur terpenting. Dapatkan fakta yang sebenarnya, bukan asumsi atau dugaan fakta. Fakta yang sebenarnya tidak akan berbohong”
Oleh sebab itu, dengan menggunakan data kita bisa melakukan pendekatan scientifik untuk mendapatkan kesimpulan. Yaitu dimulai dengan membuat sebuah hypothesis (teori awal yang belum dibuktikan). Kemudian coba buktikan kebenaran teori tersebut dengan cara membatah kebenaran teori tersebut.
Contohnya yang dilakukan Isaac Newton saat ide teori gravitasi tiba-tiba muncul dalam benaknya ketika sebuah apel jatuh di depan dia. Hypotesisnya kira-kira seperti ini “Semua benda pasti jatuh kebawah”. Kemudian Ia berusaha membuktikan teori awal tersebut dengan cara kebalikannya yaitu “semua benda pasti jatuh keatas”.
Jika nanti kita tidak bisa membuktkan kebalikan hypothesis tersebut, maka Anda bisa menyimpulkan bahwa hypothesis Anda benar.
Kebanyakan orang membawa ide baru, kemudian mereka menyakinkan bahwa idenya bagus dengan mencari data yang mendukung saja. Mereka ini sedang menerapkan “confirmation bisa”. Mereka mencari fakta untuk mengkonfirmasi validitas idenya, dan membantah semua input atau informasi yang tidak konsisten dengan apa yang sudah mereka putuskan.
Sama halnya dalam bisnis, banyak orang datang dengan ide produk kemudian jatuh cinta denga ide tersebut jauh sebelum mereka memvalidasi apakah ide bisnis tersebut memiliki konsumen yang mau membelinya ?. inilah yang disebut bisnis trial-error. Mungkin berhasil kalau beruntung, atau kemungkinan gagal karena faktanya tidak ada pembeli yang mau membayarnya.
Sebagai catatan akhir saya disini. Kita perlu belajar meningkatkan kemampuan berfikir yang sifatnya jangka panjang. Secara ilmu kepribadian, bagi sebagian orang kemampuan ini sudah menjadi bawaan lahirnya. Ia dibekali kemampuan menyusun dan merencankan dengan sangat baik. Akan tetapi bagi tipe kepribadian lainnya kemampuan berfikir jangka panjang membutuhkan latihan tersendiri.
Selain itu, pikiran kita apabila didukung dengan data dan menggunakan metode tertentu dalam memutuskan sesuatu memang bisa menghasilkan keputusan yang baik. Akan tetapi hati-hati dengan "para pembajak" pada proses pengambilan keputusan. Mereka adalah perasaan emosional, perasaan terburu-buru, kelalahan dan lain sebagainya. Mereka bisa menghancurkan pikiran sehat kita untuk mengambil keputusan yang salah.